(Achmad Satim-SMAN 1 Sintang)
A. PROFIL PELAJAR PANCASILA.
Profil Pelajar Pancasila adalah upaya untuk
menerjemahkan visi dan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam
Undang-Undang dan telah dicita-citakan oleh para pemimpin bangsa ke dalam
lembaga pendidikan serta visi misi Presiden. Visi dan tujuan pendidikan
(lihat pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea ke-4 dan Sisdiknas Pasal 3.
Fungsinya adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kemendikbud
sebagai kementerian yang menaungi dunia pendidikan, telah merancang upaya-upaya
dan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi problematika ini, salah satunya ialah
gagasan Sekolah Penggerak yang akan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Profil
yang dimaksud ialah berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif,
bergotong royong dan berkebhinnekaan global. Enam hal ini disebut sebagai
indikator profil pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2020). Profil Pelajar Pancasila adalah karakter dan kemampuan yang dibangun
dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri setiap individu peserta didik
melalui budaya satuan pendidikan, pembelajaran intrakurikuler, projek penguatan
Profil Pelajar Pancasila, maupun ekstrakurikuler.
Terkait
dengan Profil Pelajar Pancasila itu sendiri, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) terus
berupaya untuk mencetak penerus bangsa yang sesuai dengan Profil Pelajar
Pancasila. Mendikbud Nadiem Anwar Makarim telah menetapkan enam indikator
profil Pelajar Pancasila. Keenam indikator tersebut ialah berakhlak mulia,
mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong dan berkebhinekaan global.
Keenam indikator ini tidak lepas dari Peta Jalan Pendidikan Indonesia
2020-2035, yang disebabkan oleh perubahan teknologi, sosial, dan lingkungan
sedang terjadi secara global (Kearney, 2020: 3).
Profil
Pelajar Pancasila merupakan upaya yang dilakukan oleh Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan berupaya membentuk profil pelajar pancasila dalam
rangka membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) unggul yang memiliki kompetensi
global dan memiliki nilai-nilai Pancasila. Terdapat 6 karakter yang perlu
diaplikasikan yakni :
1.
Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia
2.
Mandiri
3.
Bernalar
kritis
4.
Berkebinekaan
global
5.
Gotong
royong
6.
Kreatif
Penjelasan lebih rinci dalam bentuk
infografis mengenai 6 karakter ini dapat disimak di https://www.youtube.com/watch?v=8YM4oUYPQCs dan materi
paparan dari Kepala Pusat Penguatan Karakter, Ir. Hendarman, M.Sc., Ph.D dapat
diakses di https://drive.google.com/file/d/15c5LvS0yf3GDFaXkYZh9bG03qDQf23FU/view?usp=sharing. Selain itu,
Puspeka juga telah membuat beragam bentuk kampanye penguatan karakter ini
melalui berbagai media sosial yang sangat menarik dan bergaya milenial sehingga
mudah untuk dipahami pelajar. Berikut media sosial berikut tautan selengkapnya:
1.
Youtube
dan facebook Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI https://www.youtube.com/results?search_query=cerdas+berkarakter.kemdikbud.co.id
2.
Instagram
@cerdasberkarakter.kemdikbudri
3.
cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/
B. BUDAYA POSITIF “SEHATI”.
Di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1996:149), disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran, akal
budi, adat istiadat. Kebudayaan sendiri adalah hasil kegiatan dan penciptaan
batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat,
akhlak, kesenian, ilmu dan lain-lain). Terdapat beberapa definisi mengenai
pengertian budaya sekolah menurut pendapat beberapa pakar. Short dan Greer (Zamroni,2011:133)
mendefinisikan bahwa budaya sekolah merupakan keyakinan, kebijakan, norma, dan
kebiasaan dalam sekolah yang dapat dibentuk, diperkuat, dan dipelihara melalui
pimpinan dan guru-guru di sekolah . Budaya sekolah adalah suasana kehidupan
sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesama, guru dengan guru, konselor
dengan peserta didik, antar tenaga kependidikan, antara tenaga kependidikan
dengan pendidik dan peserta didik, dan antar anggota kelompok masyarakat dengan
warga sekolah.
Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat
berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung
jawab.Budaya positif juga adalah salah satu materi yang diajarkan dalam
pendidikan guru penggerak. Dalam penerapan budaya positif kita harus
menumbuhkan lingkungan yang positif. Memahami kebutuhan-kebutuhan dasar yang
dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak pantas dan tidak
sesuai apa yang kita harapkan. Budaya
positif di sekolah tentu saja akan mendukung terbentuknya budaya belajar di
sekolah. Norma-norma baik yang disuntikkan guru kepada murid akan semakin
menguatkan, mengokohkan kepribadian murid sehingga murid tidak saja cerdas
secara akademik tetapi juga santun secara moral. Dengan demikian, Profil
Pelajar Pancasila (PPP) yang diidam-idamkan bisa diwujudkan. Pelajar yang
beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif.
Sebagai langkah konkrit menerapkan Budaya Positif dalam
mewujudkan Profil Pelajar Pancasila di SMAN 1 Sintang, saya mencoba membuat
selogan “SEHATI” yaitu singkatan
dari SEmangat, HArmonis, Tertib dan Inovatif dengan rumusan Budaya Positif;
1)
SEMANGAT, Guru dan Siswa selalu BERSEMANGAT dalam
peroses pembelajaran dan pendidikan, dengan adanya semangat dan motivasi
belajar yang tinggi dari Guru dan Siswa akan memudahkan proses tranformasi ilmu
pengatuhan dan bimbingan yang dilaksanakan.
2)
HARMONIS, Terciptanya
suasana yang HARMONIS antara guru dan siswa serta seluruh keluarga besar yang
ada di sekolah.
3)
TERTIB, Terciptanya
KETERTIBAN antara guru dan siswa didalam kelas dan dilingkungan sekolah pada umumnya.
4)
INOVATIF,
Siswa dan Guru BERINOVASI dalam proses pembelajaran, sehingga dapat
menciptakan karya inovatif yang dapat berguna bagi dunia pendidikan.
C. PELAKSANAAN “SEHATI” DI SMAN 1 SINTANG.
Secara De Facto
SMAN 1 Sintang sudah berdiri sejak tahun 1954 dengan nama SMA Melati Sintang
dibawah naungan Yayasan Melati, namun sejak Tahun 1958 diubah menjadi SMA
Negeri 1 Sintang berdasarkan Keputusan No.26/SK 58, Tanggal 1 Agustus 1958.
Adapun Visi SMAN 1 Sintang adalah “Terselenggaranya Pendidikan Yang
Menghasilkan Insan Berkualitas Yang Dilandasi Keimanan dan Ketaqwaan”. Kini
SMAN 1 Sintang dipimpin oleh Drs.Edy Sunaryo selaku Kepala Sekolah dengan jumlah
guru 45 baik PNS maupun honorer.
Dalam rangka
mewujudkan Visi sekolah dan Profil Pelajar Pancasila maka selogan “SEHATI” dilaksanakan dengan tahapan:
1.
Membuat
perencanaan dan melakukan analia yang matang.
2.
Melakukan
koordinasi kepada Kepala Sekolah selaku pimpinan
3.
Atas
dukungan Kepala Sekolah melakukan sosialisasi kepada rekan sejawat dan siswa.
4.
Aktualiasi
dalam proses pembelajaran dan bimbingan kepada siswa.
5.
Melakukan
evaluasi dan identifikasi apakah pelaksanaan SEHATI sudah berjalan sesuai
sasaran yang telah dibuat dalam perencanaan.
A. PENUTUP.
Pada akhirnya
ide dan gagasan jika tidak diterapkan akan selalu menjadi mimpi manis dalam
hidup kita. Penerapan Budaya Positif SEHATI tentunya harus didukung oleh semua
pihak agar dapat terlaksana secara konsisten, dukungan juga dapat berupa kritik
agar ada upaya evaluasi dalam proses pelaksanaannya. Agar lebih memahami urgensi budaya positif di
sekolah, kita perlu memahami peran sekolah sebagai institusi pembentukan
karakter. Ketika kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter.
Mari kita ingat kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki
Hajar Dewantara: “Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya” (dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan
halaman 20). Kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru untuk membangun
komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia
berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat. Semoga